Tuesday, November 24, 2009

Dia mati ganti kita

Hujan yang lebat telah merusakkan sebuah jembatan kereta api di sebuah lereng gunung. Seorang udik yang tua kebetulan lewat tempat itu. Melihat jembatan besi yang telah ambruk, segera pikirannya membayangkan betapa peristiwa mengerikan akan terjadi nanti. Tiba-tiba terdengar olehnya gema suara dari arah kejauhan, seolah melaporkan bahwa serangkaian gerbong kereta api sedang mendekat. Serentak itu juga hatinya tergerak ingin menolong jiwa-jiwa yang tengah diangkut kereta api tersebut. Maka tanpa ragu-ragu, dan tanpa tawar-menawar ia melukai pahanya sendiri dengan sebilah pisau, dilepaskannya kemejanya yang berwarna putih, dilumuri dengan darah yang merah segar, kemudian ia berdiri di lereng yang agak tinggi, ia berteriak sekuatnya, sambil mengibar-ngibarkan kemejanya yang telah berlumuran darah, dengan maksud agar masinis nampak warna merah dan mau menghentikan lajunya kereja api.

Para penumpang kelas satu, dua, dan tiga semua sedang bersantai. Ada yang sedang melamun betapa sejenak lagi akan tiba di tempat tujuan, berjumpa dengan keluarga kesayangannya, mengajak menonton film, atau lain sebagainya. Mereka tidak tahu bahwa sebentar lagi mereka akan dihadapkan pada kematian dan luka-luka yang amat mengerikan! Tangan pak tua itu terus melambai, darah juga masih mengucur dari pahanya, suara teriakkannya kian melemah. Ketika masinis dari kejauhan nampak warna merah, serta merta dengan segala dayanya menghentikan kereta api. Namun bersamaan itu pak tua sudah tergolek di dalam lumuran darah. Para penumpang bertanya-tanya mengapa kereta dihentikan disini, tetapi setelah mereka turun dari kereta, barulah jelas bahwa jembatan besi di depan mereka telah runtuh, mereka merasa sangat berterima kasih kepada pak tua yang rela berdarah dan berkorban demi keselamatan mereka. Kemudian sebuah makam disiapkan untuk menguburkan jenazah pak tua tadi, serta didirikan sebuah nisan yang dibubuhi tulisan: "Dia mati ganti kita!"

Teman-teman, penumpang kereta api seumpama anda, pak tua itu seumpama Tuhan Yesus. Melihat anda melaju kencang ke arah neraka, Ia merelakan diriNya terpentang di atas kayu salib, mati berdarah untuk menyelamatkan anda. Mudah-mudahan anda tidak meneruskan perjalanan anda yang menuju ke arah kebinasaan itu, marilah percaya dan menerima Tuhan Yesus sekarang juga.

Friday, November 20, 2009

MALU

Beberapa puluh tahun yang lalu, ada sebuah keluarga yang cukup kaya. Keluarga itu hanya terdiri dari seorang ibu dan anak perempuan satu-satunya. Suatu hari ketika anaknya masih bayi, terjadi kebakaran di rumah mereka. Ibunya berada di luar memandang dengan putus asa rumahnya yang habis terbakar. Seluruh kekayaannya menjadi abu. Tiba-tiba dia teringat bahwa anaknya masih tidur di lantai dua. Karena kasih kepada anaknya, segera ia berlari ke dalam rumah, menerobos kobaran api dan membawa anaknya keluar dengan selamat. Anaknya tidak terluka sama sekali, tetapi rambut dari sang ibu hangus terbakar dan seluruh tubuhnya mengalami luka bakar yang serius. Ia harus beristirahat di ranjang selama berbulan-bulan karena luka-luka yang dideritanya. Ia juga kehilangan kecantikan yang dulu dia miliki beserta seluruh kekayaannya. Sejak itu, ia terpaksa harus melakukan pekerjaan yang kasar seperti mencuci baju dan menyulam untuk menghidupi dirinya dan anak perempuannya. Tetapi, ia tetap bisa menyekolahkan dan memanjakan anaknya dengan baju-baju yang baru. Suatu hari ketika ia pergi menuju ke tempat ia biasa mencuci baju, ibu itu bertemu dengan anaknya yang berjalan bersama teman sekelasnya. Ia memanggil anaknya dan berbicara kepadanya. Ibu itu memandang anaknya dari belakang dengan bangga. Lalu, temannya, "Siapa perempuan yang berbicara denganmu?" Coba bayangkan! Bagaimana mungkin seorang murid yang terhormat mengakui seorang perempuan dengan pakaian lusuh, kepala botak, muka cacat dan tumpukan pakaian di tangannya sebagai ibunya? Bukankah dia akan diejek teman-temannya jika mengakui perempuan itu sebagai ibunya? Karena itu dia menjawab, "Dia pembantuku." Si ibu mendengar perkataan ini! Ia tidak bisa lagi melanjutkan perjalanannya. Ia pulang ke rumah, berbaring di tempat tidur dan menjadi sangat sakit. Kemudian, ketika anaknya pulang, tidak peduli bagaimana pun anaknya mencoba menghibur ibunya, hati ibunya telah hancur. Ia sudah tidak bisa lagi dihibur dan tetap menderita sampai akhirnya meninggal dunia.

Tahukah kamu bahwa Tuhan Yesus telah mati untukmu? Jika bukan untuk menyelamatkan kita, mengapa Dia dilahirkan dan dipanggil anak haram oleh orang lain? Mengapa Dia mengalami penderitaan yang tak terkatakan di dalam dunia? Mengapa Dia dituduh sebagai orang yang kerasukan setan? Sebagai Putra Allah, mengapa Dia dihakimi oleh manusia? Mengapa Dia rela diejek, dipukul dan ditampar, terpaku di kayu salib; menderita penghinaan yang tak terlukiskan di tangan manusia? Bukankah Dia penuh hikmat dan mampu membicarakan masalah etika, filsafat, dan prinsip moralitas, jauh melampaui orang lain? Jika Dia memilih untuk membicarakan perkara-perkara orang lain? Jika Dia memilih untuk membicarakan perkara-perkara tersebut, Dia akan menjadi orang yang paling disambut. Tetapi mengapa dia tidak mau membiarkan diri-Nya dapat diterima semua orang, sebaliknya justru memilih untuk menderita dan dihina sampai mati? Semua adalah demi menyelamatkan kita, orang yang berdosa. Sungguh tidak ada alasan lainnya, kecuali karena Dia ingin menyelamatkan kamu dan saya. Jadi, Dia rela mengambil kedudukan seorang hamba dan memikul penderitaan yang demikian hebat yang tak pernah dipikul oleh seorang manusia pun di dunia ini, hanya karena Dia ingin menyelamatkan kamu dan saya.

Apakah kamu sangat bangga ketika menceritakan kepada teman-temanmu tentang handphone model terbaru yang kamu miliki? Tetapi, bagaimana sikapmu ketika membicarakan tentang Tuhan Yesus Kepada teman-temanmu? Seharusnya kamu menyatakan dengan bangga fakta itu. Tetapi jika kamu mengakui Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, kamu akan menghadapi kenyataan orang lain meremehkan kamu. Kelihatannya nama Yesus melekat dengan penghinaan. Mengakui Tuhan Yesus bukanlah perkara yang mudah. Namun bagaimana mungkin kita tega mengingkari Orang yang telah mati bagi kita hanya untuk menyelamatkan wajah kita? Dia merendahkan diri-Nya sampai pada puncaknya. Bagaimana mungkin kita tega menolak untuk bersaksi bahwa Dialah Penolong kita, karena kita ingin mendapatkan kemuliaan sesaat? Betapa kejinya kita! Kita jijik terhadap anak perempuan yang tidak tahu berterima kasih itu, tetapi kita seharusnya juga tidak lupa keadaan diri kita sendiri. Perasaan kita selalu memberi pembenaran, "tidak apa-apa menyangkal Kristus".

Sesungguhnya handphone terbaru, prestasi terbaik ataupun apa pun juga, tidaklah sebanding dengan Tuhan Yesus kita. Dia tidak bisa dibandingkan! Dia jauh melebihi segalanya dan lebih utama dari segalanya (Kol.1:18). Kamu harus dengan bangga memperkenalkan Kristus yang telah mati, bukan hanya untukmu, tetapi juga untuk teman-temanmu. Bagaimana perasaanmu jika kelak Tuhan tidak mengakuimu (Mat.10:32-33)? Tetapi itulah akibat yang akan kamu terima, jika kamu tidak mengakui-Nya hari ini. Karena itu, JANGANLAH MALU BERSAKSI TENTANG TUHAN KITA!!

Thursday, November 19, 2009

Kentang, Telur atau Biji Kopi?

Suatu hari, seorang anak perempuan mengeluh kepada ayahnya karena hidupnya sengsara dan dia tidak yakin apakah bisa melaluina. Dia lelah bertahan dan terus berjuang. Satu masalah selesai, muncul masalah yang lain. Ayahnya, seorang juru masak, memperlihatkan kepadanya tiga panci berisi air, lalu merebusnya. Begitu mendidih, dia memasukkan kentang di panci ke-1, telur di panci ke-2 dan biji kopi di panci ke-3. Kemudian ia duduk dan memanaskan kembali panci itu, tanpa mengatakan apapun kepada anaknya. Setelah 20 menit, kompor dimatikan. Ia mengambil kentang dan telur lalu meletakkan keduanya di dalam mangkuk dan kopi di dalam cangkir. Ia bertanya pada anaknya, “Anakku, apa yang kamu lihat?“ “Kentang, telur dan kopi,” jawabnya. “Perhatikan dan peganglah kentangnya.” Anaknya memegang kentang itu dan mendapatinya telah melunak. Kemudian ayahnya meminta dia untuk memecahkan telurnya. Setelah mengupas kulit telur, dia melihat sebutir telur rebus. Terakhir, dia meminta anaknya untuk minum kopi. Aromanya yang sedap membuat dia tersenyum. Anaknya bertanya, “Apa arti semua itu?” Ayahnya lalu menjelaskan bahwa ketiga benda itu menghadapi satu situasi ang sama yaitu air yang mendidih, tetapi masing-masing memiliki reaksi yang berbeda. Kentang pada awalnya keras, tetapi setelah direbus menjadi lunak. Telur awalnya mudah pecah, sehingga memerlukan kulit yang keras untuk melindungi bagian ang cair di dalamnya. Akhirnya, setelah direbus, isinya justru menjadi keras. Tetapi, biji kopi adalah yang paling unik. Setelah direbus, malah mengubah air menjadi kopi dan menebarkan aroma yang sedap. “Ketika kesengsaraan datang, bagaimana responmu? Apakah kamu sebuah kentang, sebutir telur atau biji kopi?”

Banyak hal bisa terjadi di sekitar kita; ada pengaturan Tuhan, ada pula serangan Iblis. Tetapi yang terpenting adalah respon batinmu. Apakah kamu putus asa akibat ujian itu, sehingga kamu menjadi “lembek”? Ataukah kamu mengeraskan hatimu dan menyalahkan Tuhan? Kita tidak seharusnya memiliki kedua sikap ini. Belajarlah untuk datang kepada Tuhan ketika kamu menghadapi kesulitan apapun. Biarkan Tuhan memimpinmu. Asal kamu bersandar Tuhan, maka situasi yang semula merugikan justru bisa menjadi berkat untukmu. Memang ada dukacita, karena ada bagian dari diri kita yang terluka. Tetapi, justru melalui keadaan itulah, kamu bisa mengalirkan aroma Kristus.

Wednesday, November 18, 2009

Benih yang Tidak Pernah Tumbuh

Ada seorang kaisar di Cina yang sudah tua dan merasa sudah waktunya untuk memilih seorang pengganti. Ia memanggil semua orang muda di negeri itu dan berkata, " Sudah saatnya saya turun tahta dan memilih kaisar baru. Saya akan memberikan pada kalian masing-masing satu benih tanaman yang khusus. Tanam dan peliharalah benih itu. Setelah setahun tunjukkan hasil pekerjaan kalian. Saat itu, saya akan memilih kaisar berikutnya." Ada seorang bernama Ling yang juga membawa pulang sebuah benih. Ibunya menyiapkan pot dan tanah yang subur. Ling pun menanam dan menyirami benih itu setiap hari. Setelah tiga minggu, anak-anak muda disitu mulai membicarakan tanamannya yang sudah mulai tumbuh. Namun benih Ling tak pernah tumbuh. Sampai lima minggu berlalu tetap tak ada hasil apa-apa.

Setelah setahun, anak-anak muda itu kembali berkumpul di istana. Mereka membawa tanaman yang telah tumbuh dengan bunga yang indah. Ling menaruh potnya yang kosong di lantai dan orang-orang menertawakannya. Kaisar pun masuk dan memeriksa tanaman-tanaman itu. Kaisar berkata, " Hari ini saya akan memilih salah seorang diantara kalian sebagai kaisar!" Tiba-tiba ia melihat Ling yang sedang bersembunyi di belakang dengan potnya yang kosong. Kaisar bertanya siapa namanya. " Nama saya Ling ", jawabnya. Yang lain tertawa dan mengolok-olok dia. Kaisar menyuruh mereka tenang lalu ia mengumumkan "Anda telah memiliki kaisar baru bernama Ling!" Kemudian ia berkata, "Setahun yang lalu, saya memberi kalian sebuah benih untuk ditanam dan dipelihara. Tetapi yang saya berikan adalah benih yang telah dididihkan dan tidak mungkin tumbuh. Anda semua, kecuali Ling, membawa tanaman yang telah berbunga. Ketika melihat benih itu tidak tumbuh, kalian menggantinya dengan benih lain. Ling satu-satunya yang dengan berani dan jujur membawa pot dengan benih yang saya berikan. Ia pantas menjadi kaisar yang baru!"

Banyak orang mengerjakan sesuatu bagi Tuhan dengan caranya sendiri. Karena ingin mendapat pahala, mereka memakai cara-cara yang tidak diperintahkan Tuhan untuk menghasilkan suatu pekerjaan yang baik. Tetapi, yang dikehendaki oleh Tuhan bukanlah seberapa bagus hasil pekerjaan kita, melainkan seberapa tekun kita menaati firman-Nya. Karena itu, jangan menambahi, mengurangi atau bahkan mengubah perintah Allah. Jika kita tekun dan setia memelihara perkataan-Nya, kelak kita bisa meraja bersama Dia. Jadi, manakah jalan yang mau kamu tempuh? Jalan yang menurutmu baik atau jalan yang menurut Tuhan baik?

Tuesday, November 17, 2009

Sudah Terlanjur

Di sebuah kota kecil, ada seorang wanita yang menyebarkan gosip mengenai hamba Tuhan yang melayani di daerah itu. Hamba Tuhan itu jelas merasa sedih. Dengan segera, kebohongan itu meluas ke seluruh kota. Banyak orang yang mempercayai cerita wanita itu.

Namun suatu hari, wanita itu menyadari bahwa berita yang telah tersebar ternyata tidak benar. Dia menyesal dan mendatangi hamba Tuhan itu untuk meminta maaf. Hamba Tuhan itu mau mengampuni kesalahannya. Tetapi, dia minta tolong kepada wanita itu untuk melakukan sesuatu baginya, dan wanita itu menyanggupinya. Sang hamba Tuhan minta agar setibanya di rumah, wanita itu membunuh seekor ayam lalu mencabuti bulu-bulunya, kemudian menaruh semua bulu ayam itu ke dalam keranjang dan memberikan kepadanya.

Setelah satu jam berlalu, wanita itu kembali dengan sekeranjang bulu-bulu ayam. Hamba Tuhan itu minta agar dia menyusuri seluruh kota dan setiap kali menemui sudut jalan, dia harus menebarkan beberapa bulu di tanah. Bila masih ada bulu-bulu yang tersisa, wanita itu diminta menuangkan semuanya di atas menara lonceng kota. Sesudah dia menyelesaikan pekerjaannya, dia kembali kepada hamba Tuhan itu. Lalu, dia diminta untuk memungut kembali semua bulu yang telah ditebarkan. Wanita itu mengatakan bahwa itu mustahil bisa dilakukannya. Hamba Tuhan itu dengan bijak mengatakan kepadanya bahwa dia memang telah mengampuninya, namun kebohongan yang sudah terlanjur tersebar tidak dapat dihapuskan begitu saja.

Mudah bagi kita membicarakan orang lain tanpa memeriksa terlebih dulu kebenarannya, apalagi kalau kita tidak senang atau sedang marah pada orang itu. Mungkin bagimu itu hanya sekedar mengungkapkan perasaan dan pendapatmu, tetapi sadarkah kamu kalau pembicaraan itu melukai hati orang lain dan meninggalkan bekas yang tidak dapat begitu saja dihapus dengan permintaan maafmu?

Raja Daud mengenai kekuatan perkataan dan dia tahu betapa berbahayanya lidah seseorang. Itulah sebabnya, dia berdoa dalam Mazmur 141 : 3, " Awasilah mulutku, ya Tuhan, berjagalah pada pintu bibirku! " Oh teman-teman... semoga doa Daud menjadi doa kita setiap hari, agar kita lebih berhati-hati terhadap ucapan kita. Kita perlu memohon Tuhan mengawasi setiap perkataan yang keluar dari mulut kita dan mengukur apa yang kita katakan. Demikianlah baru kita bisa memuliakan Allah dan menjadi berkat bagi setiap orang yang ada di sekeliling kita.

Monday, November 16, 2009

Tali yang Kecil dan Kayu yang Besar

Pada suatu hari, di hulu air terjun Niagara ada sebuah perahu yang terbalik. Dua orang timbul tenggelam dihanyutkan arus deras. Bahaya maut sedang menghadang dan mengancam dengan amat mengerikan! Orang-orang di tebing serta merta melemparkan tali ke arah mereka dengan maksud memberikan pertolongan. Bersamaan dengan ini sepotong kayu besar terapung mendekat. Orang yang satu memegang tali erat-erat, sedang yang satunya berpikir: Alangkah lebih aman jika aku memeluk kayu yang besar ini. Tengah ia berpikir demikian, kayu besar tersebut sudah berada di sisinya, segera saja ia merangkul kayu besar itu dan melepaskan tali tadi.

Sejenak kemudian, orang yang berpegang pada tali sudah ditarik ke tepi dengan selamat. Sedang orang yang merangkul kayu besar masih terapung, dan .... tahu-tahu telah tiba di ujung air terjun; kasihan, dalam sekejab mata curahan dan gemuruh air telah menghempaskannya terjun ke bawah bersama-sama kayu besar itu, dan habislah nyawanya!

Anda katakan bahwa tali itu kecil. Ya, namun ia bersatu dengan tebing, sehingga walaupun kecil, toh aman dan dapat diandalkan. Kayu tadi memang besar, tapi tidak bersatu dengan tebing, maka besarnya itu sia-sia dan tanpa arti!

Yesus seolah tali itu, kelihatannya "kecil", dihina dan dibenci orang-orang dunia, tetapi Dia justru Anak Tunggal Allah, yang berasal dari Sorga, yang bersatu dengan Allah alam semesta. Ia sendiri mengatakan, "AKu ini turun dari Sorga", " Karena Aku berasal dan datang dari Allah". Dia itu tali yang ujungnya bertautan dengan Allah.

Apabila anda memegang erat tali ini ... Tuhan Yesus, niscaya Ia akan menyatukan anda dengan Allah alam semesta, sehingga hidup anda menjadi puas dan penuh arti!
"Akulah jalan ... Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." Demikianlah sabda Yesus.